Sabtu, 23 Mei 2009

 

Bagaimana Mendapatkan Calon Suami ???

Bagaimana saya dulu mendapatkan suami? Sekedar berbagi, terutama untuk yang tengah berusaha.

......Malam demi malam saya bermunajat pada Allah, sekiranya mentaqdirkan harapan-harapan menjadi suatu kenyataan. Berpuasa Senin Kamis, puasa Daud biasa saya lakukan sejak semasa sekolah menengah sampai kuliah, untuk menjernihkan bashirah mata hati dari kilau dunia dan bujuk rayunya. Semoga saja Allah mengabulkan dengan kemantapan hati pada saat bersua dengan seseorang yang tepat bagi saya. Alhamdulillah, jawaban itu datang juga, hingga setengah tidak percaya saya mengiyakan untuk menerima seorang pemuda sederhana, dengan mimpi-mimpi ‘besarnya’ (yang belum diceritakan pada saya waktu itu) .

Sungguh, ketika datang ke rumah orang tua saya pertama kali di tahun 1991 untuk melamar saya, beliau hanyalah seorang pemuda bertubuh kurus dan belum menyelesaikan kuliah. Beliau hanya mengenakan kaus T-shirt dan bersendal jepit, seorang diri datang menemui orang tua saya dan sangat percaya diri meminang saya. Beliau tampak polos sekali. Yang kelihatan darinya hanyalah semangat juang yang tinggi, keikhlasan untuk melakukan kebaikan, dan kesederhanaan dalam penampilan.
Saya bisa memberikan kepercayaan kepada beliau untuk menjadi pemimpin dalam hidup saya, karena saya meyakini keikhlasan dan kesungguhannya. Bukan karena kekayaan, harta atau kedudukan duniawi yang beliau bawa, tetapi semangat memperbaiki diri dan umat, keyakinan diri yang terpancar kuat dari berbagai kegiatan yang dilakukannya. Dan saya merasa tenang dengan kebaikan dirinya.
Saya ingin menegaskan ini untuk mengingatkan anda yang bersikap perfect dan menginginkan kesempurnaan calon pasangan. Seorang gadis (akhwat) muslimah datang berkonsultasi kepada saya, setelah belasan lelaki melamarnya, dan tak satupun sesuai kriteria harapannya. Saya berikan nasihat dengan cerita masa lalu saya.
“Jangan bayangkan Pak Cah (panggilan akrab suami saya, Cahyadi Takariawan) tahun 1991 ketika melamar saya, adalah Pak Cah yang anda lihat sekarang ini, dengan segala kelebihan dan kematangannya. Dulu beliau hanyalah seorang pemuda yang bersemangat untuk berbuat kebaikan dengan segala kesederhanaan dan keluguannya. Kemudian kami bersama-sama saling membangun dan mengisi, membentuk sifat kesuamian atau keistrian, kebapakan atau keibuan. Mematangkan konsep dan pemikiran, mengasah ketrampilan dan mencoba mengaplikasikannya. Bereksperiman tentang pola yang tepat dalam saling memotifasi dan seterusnya, dan seterusnya.... Hingga kini kami masih saja saling belajar, saling melengkapi dan menyempurnakan”
Anda jangan hanya ingin “terima jadi”, bahwa seorang ikhwan yang ideal, atau akhwat yang sempurna, datang kepada anda dan memenuhi segala kriteria yang anda harapkan. Tetapi anda harus rela dan berani untuk bersama-sama membangun pribadi yang diharapkan. Menerima tidak hanya kelebihannya, tapi juga kekurangan yang pasti ada padanya, sebagaimana juga ada pada anda.
Yang penting anda mantap bahwa ia yang terpilih adalah seseorang yang memiliki visi dan misi yang sama. Kalau toh belum, minimal memiliki itikad baik untuk membangun visi tersebut. Ummu Salamah adalah contoh perempuan unggul yang membuka ruang pencerahan bagi calon suaminya, Abu Thalhah. Dan sejarah mencatat, bahwa Abu Thalhah yang tadinya belum Islam akhirnya menjadi seorang mujahid dakwah.

Ditulis oleh Ummi Ida Nur Laila (istri ustadz Cahyadi Takariawan)
pada Facebook beliau Wed 11:47pm

Semoga bermanfaat,

“ … Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a’yun waj ‘alnaa lil muttaqiina imaaman."
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Furqon: 74)


Label:


Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]